lluvia's journey

you can read my mind here!

Pages

Friday, January 21, 2011

A Tribute's Tale : The Death of All The Flair



Sebuah obrolan singkat diselingi tawa di teras salah satu studio di Bandung bersama Cheppy dan Dicky dari Twisterella serta seorang gadis langsing bernama Mayang ( yang ini mungkin sudah dikenal di kalangan EO-EO di Bandung )
"Gini Ta, tadi tuh kita lagi ngobrolin tentang acara tribute yang sering banget diadain di Bandung" Cepi berkata dengan muka agak serius.
Pernyataan tadi langsung di-iya-kan oleh Dicky disebelahnya. Masih, dengan muka serius.
"Ya itu makanya si band nya harus berani berkarya dan bawain lagu sendiri!" ungkap Mayang dengan agak ngotot. Saya tertawa dan juga meng-iya-kan dengan semangat.
"Ya gimana atuh da, meureun karya sendiri nya teu laku hahahahaha" ungkap Cepi, sedikit curcol :p

Sebenarnya pemikiran tentang hal ini sudah sering terlintas di otak, ketika melihat teaser-teaser tribute gigs yang diadain oleh beberapa komunitas di Bandung. Kali pertama, saya mengakui bahwa mengadakan gigs tribute band kesayangan adalah sangat cool dan menarik, apalagi kalau si band membawakan lagu-lagu artis kesayangannya itu dengan cara yang berbeda. Sungguh bikin penasaran! Kali kedua masih juga menarik, melihat antusias para musisi dan gigster yang membangkitkan aura positif di scene indie Bandung. kali berikutnya dan selanjutnya dan selanjutnya, saya, sebagai penikmat musik agak-agak khawatir juga akhirnya. Kebosanan datang ketika melihat banyak dari band-band yang main jadi malah keasyikan membawakan lagu orang dan malah jadi berhenti berkarya. Kalau sudah begini, siapa yang bisa kita jadikan kambing hitam? Event Organizer yang sudah terlalu nyaman dengan antusias gigster yang western-minded? Atau para musisi yang terlalu malas untuk berkarya lewat musik mereka sendiri? untuk yang pertama, saya salahkan sang panitia acara. Karena bagi sebuah band, apalagi yang masih hijau di dunia permusikan, jam terbang lah yang dicari, semakin banyak main di gigs, sudah pasti para pemain terpuaskan. Dan siapapun yang mengundang si band untuk main di acara, adalah suatu tawaran yang tidak mungkin ditolak. Mau itu acara tribute, gigs biasa, apalagi acara yang terkonsep dengan baik pasti akan dicapluk seketika. Saat ini, band-band yang ada terlalu dimanjakan dengan gampangnya tawaran main yang datang. Tidak seperti jaman dulu, ketika seorang sahabat yang bercerita mengenai betapa susahnya dulu dia dan bandnya untuk main di acara, bahkan sempat mengalami main di acara tujuh belasan! Kegigihan para musisi dulu lebih mencengangkan dan penuh perjuangan. Lalu, kemana semangat itu pergi?

Jamannya sebuah band membawakan lagu orang sudah lewat beberapa belas tahun lamanya. Saya rasa, sudah cukup lama mereka terkungkung di balik ketakutan-ketakutan akan musik mereka tidak bisa diterima oleh orang banyak. Sudah saatnya band yang memang benar-benar niat untuk maju, berkarya lewat kreativitas mereka sendiri. Toh, kepuasan bukan hanya bisa didapatkan ketika para audience bertepuk tangan dan tersenyum puas melihat perform si band. Tapi kepuasaan menampilkan karya mereka dengan baik juga akan menjadi klimaks yang membuat puas masing-masing personil. Kepuasan bisa berbagi karya dengan orang lain dan berkesempatan untuk memperdengarkan karya mereka adalah suatu hal yang bisa dibilang membanggakan. Tepuk tangan dan sorak sorai penonton adalah hanya sebuah bonus.

Dalam sebuah acara tribute, saya akan lebih menghargai band yang menggunakan kreativitas mereka, me-remake lagu kesayangan dengan cara mereka sendiri. Yang saya yakin, akan menuai banyak kontroversi dari para kritikus gigs, tapi untuk sebagian orang, mungkin justru akan menuai kekaguman dan rasa tersendiri. Menjiplak, saya yakin hampir semua band bisa, mencontek grip dari band aslinya bahkan mencari tab di internet adalah perkara mudah. Sedangkan me-remake, pasti akan membutuhkan banyak hal, dari mulai waktu untuk briefing, otak diasah untuk menghasilkan nada-nada baru atau bahkan part-part baru, itu baru hal sulit. Dan jika semua itu dilakukan, yakin lah kalian, kepuasan akan datang seketika, dan otomatis kecintaan kalian terhadap si yang empunya lagu aslinya, terbukti.

Ini janganlah dianggap sebagai sebuah tuntutan yang terlalu muluk dari saya, seorang awam dan bukan musisi sejati. Ini hanya sebuah keinginan dan permohonan saya kepada orang-orang yang bertalenta tinggi dalam bermusik untuk tetap ingat kepada roots masing-masing band. Tujuan kalian membuat band adalah apa? apakah sekedar memuaskan keeksisan di depan orang banyak, atau ingin memperdengarkan karya kalian yang dasyat dan menghibur orang-orang yang menonton. Kami, para penikmat musik sudah sangat open-minded, sudah memikirkan konsep originality. Karena karya kalian, bisa jadi melahirkan inspirasi, semangat baru, bahkan pengetahuan bagi kami.

So please, for now, stop making tribute gigs. Too much ego will kill your talent!

0 comments: