lluvia's journey

you can read my mind here!

Pages

Saturday, September 17, 2011

The Art of Being a Worker.




Satu-satunya kegalauan saya di akhir tahun 2010 adalah, perenungan yang mendalam masalah skripsi yang ngga beres-beres. 7 tahun and still proud. Haha. 2 tahun sebelumnya kuliah sudah beres semua, hanya selangkah lagi menuju toga. Satu malam dihabiskan untuk merenungi masalah ini, apa saja yang sudah dilewati dalam 2 tahun ini, kenapa niatan untuk menyelesaikan skripsi selalu terganjal masalah lain, materi skripsi sudah matang dan tinggal dibakar di depan meja sidang, tapi kenapa lagi dan kenapa. Dalam 2 tahun yang penuh dengan semangat DIY yang menggebu, ingin juga membesarkan nama band dan menjadi seorang pekerja clothing, ya,memuaskan hasrat incridible youth akhirnya menjadi alasan saya begitu menghadapi skripsi. Yes, saya masih muda. Walaupun tidak begitu berbahaya.

Saya tidak pernah menyesali 2 tahun yang terbuang, semua itu tidak ada yang percuma. Toh, semua itu nantinya harus saya relakan dan lepaskan ketika saya akan menghadapi kehidupan yang sebenarnya. Yaitu, menjadi seorang pekerja.
Pekerjaan impian saya adalah pekerjaan semi-formal. Dimana saya bisa dengan bebas mengeluarkan otak kreatif dan imajinasi saya. Dimana kantor tempat saya bekerja harus se nyaman mungkin, dengan fasilitas yang menggambarkan kefleksibilitasan jiwa muda. Office hour tidak masalah selama saya tidak terpaku oleh job desk yang itu-itu saja. Pekerjaan impian pertama saya adalah sebagai penulis, bekerja di sebuah majalah music, culture and fashion, dan jika peruntungan sedang bagus, saya akan di promote jadi editor. Ini sudah jadi impian saya sejak dulu, ketika baru lulus SMU. Pilihan pertama saya adalah FIKOM Unpad, jurusan jurnalistik. Yang sayangnya, saat SPMB ga lulus. Sedihnya.

Sebulan sebelum saya sidang (akhirnya), angan-angan saya diatas masih mengawang-ngawang di otak.Teringat pada saat saya dan sahabat saya Bo berniat membuat sebuah majalah traveling di Bandung. Materi sudah matang, ide sudah briliant, rapat demi rapat sudah dilakukan, tapi kembali lagi berhadapan dengan satu halangan yang sangat menyesakkan dada. Yaitu, uang. Pemberi modal tiba-tiba ragu, dan kami, layaknya pada saat membeli es campur pada siang hari bolong tapi tiba-tiba tumpah di senggol orang, semangat kami luluh seketika. Dan impian ini juga terhapus dari balon khayalan kami. Tapi semua itu juga tidak percuma, bersyukur juga masih punya semangat untuk berusaha.

Kejadian demi kejadian berlalu, sampai pada beberapa saat sebelum saya sidang. Saya berfikir, setelah masalah perkuliahan ini beres, saya bertekad untuk mengejar cita-cita saya. Menjadi seorang pekerja. Pekerja semi-formal tentunya. Dimana saya bisa bebas mengembangkan sisi kreatif dan juga mengimbanginya dengan main dan bersosialisasi. Saya berfikir seperti ini karena saya adalah orang yang paling tidak suka dikekang. Apalagi oleh keadaan. Banyak teman-teman saya yang seringkali mengeluh tentang pekerjaannya. Ada ketakutan dibalik menyimak curhatan mereka. Takut akan segala kerumitan sebuah perusahaan formal. Takut akan deadline yang ketat dan tekanan bos yang menyebalkan. Hal ini membuat saya semakin tidak menyukai pekerjaan formal. Tiba pada suatu saat, tepat pada saat sebelum menghadapi sidang, ada yang dengan baik hati memberikan kesempatan saya untuk mendapatkan pekerjaan. Perasaan saya terbagi dua, antara senang karena tau bahwa betapa beruntung nya saya, tawaran pekerjaan yang menggiurkan datang bahkan sebelum saya lulus kuliah, dengan perasaan sedikit membingungkan pada saat saya tahu tawaran pekerjaan ini berasal dari perusahaan formal. Bahkan sangat challenging karena ternyata ini adalah perusahaan luar. Dan posisi nya di bagian marketing, yang tidak pernah terbayangkan bagaimana bekerja di bidang ini karena ini adalah sesuatu yang sangat baru bagi saya. Jadi, di satu sisi ini saya anggap suatu berkah yang menyenangkan, di sisi lain kebingungan melanda pikiran saya karena semua ini tidak sesuai dengan keinginan saya untuk bekerja sambil main :p

Tiba lagi pada suatu malam, dimana saya merenung lagi. Semangat saya timbul lagi, tapi kali ini semangat ini berubah. Berubah menjadi keinginan saya untuk bisa membahagiakan kedua orang tua saya. Untuk bisa memberikan sebagian hasil kerja saya untuk mereka berdua. Demi ini, saya rela melakukan pekerjaan apapun. Bahkan sebagai pekerja di perusahaan formal. Kesempatan ini mungkin tidak akan datang untuk kedua kalinya. Maka dengan semangat dan kecemasan yang berlebihan, saya segera mengiyakan tawaran ini. Saya datang untuk interview tepat seminggu sebelum saya sidang, dan mulai bekerja tepat seminggu sesudah saya sidang. Terima kasih Tuhan.

Beruntung, adalah kata yang sering kali diucapkan oleh teman-teman saya ketika mereka tahu belum lama saya menghadapi horror di ruang sidang, saya sudah tenang karena sudah punya pegangan. Ini baru yang namanya ‘sesuatu banget’ hahahaha.
Hari pertama saya bekerja di perusahaan ini, hal yang pertama kali saya perhatikan adalah lingkungan kantornya. Kantor di dekorasi sebagaimana interior kantor di Jepang, lantainya kayu dan sangat bersih. Meja ditata sangat teratur dengan pencahayaan yang sangat cukup. Disini para staff tidak dibolehkan memakai sepatu di ruang kerja, di luar disediakan berpuluh-puluh slipper untuk dipakai saat bekerja. Mungkin ini salah satu alasan kenapa dimana-mana lantai nya bersih dari debu dan kotoran. Ruangan staff dibuat se-intim mungkin, meja dan kursi ditempatkan berhadap-hadapan, ruangan manager tidak jauh dari meja staff yang lain. Ini membuat staff bekerja di bawah kontrol langsung atasan. Hal yang kedua yang menyita perhatian saya adalah suasana sosialisasi antar teman kerja. Yang saya anggap penting karena hal ini bisa sangat mempengaruhi cara bekerja saya. Tim marketing di kantor ini bisa dibilang menyenangkan, mereka ramah dan tahu caranya bersenang-senang. Selama ini saya enjoy bekerja bersama mereka. Walaupun ada saat dimana kami, khususnya saya sebagai anak baru dilanda tekanan pekerjaan yang seringkali membuat stress. Semua ini memang bertolak belakang dengan apa yang saya inginkan selama ini. Bayangkan, pekerjaan formal, pakaian formal, deadline ketat, pekerjaan yang selalu menumpuk, ditambah ada target yang tidak sedikit yanng harus dicapai setiap bulannya. Tapi, kenyataan yang cukup mengejutkan, saya enjoy bekerja seperti ini. Dan semangat saya sampai saat ini juga masih menggebu-gebu. Ada yang harus saya capai, dan ada yang harus tetap tinggal di angan-angan.

Ini yang selama ini saya sebut sebagai, kehidupan sebenarnya. Dimana saya harus struggle sendiri menuju semua pencapaian. Cita-cita harus tetap ada. Ini saya anggap sebagai suatu pengalaman dalam menjajaki kehidupan nyata. Menjadi seorang pekerja. Karier yang sebenarnya.

Kali pertama saya bekerja, yang pertama kali ada dalam pikiran saya adalah, bagaimana caranya saya bisa hidup secara normal. Yang mungkin akan sangat membosankan bila di sebutkan satu persatu jalannya. Office hour 8 to 5. Monday to Friday. Begitu terus sepanjang tahun. Akankah saya bosan? Pertanyaan ini sedikit mengganggu saya. Maka selama ini saya selalu mensugestikan pikiran saya bahwa pekerjaan seperti ini bila kita menjalaninya dengan ikhlas dan enjoy, maka hal-hal diatas tidak akan menjadi masalah lagi bagi saya. Karena menurut saya, semua orang di dunia ini harus merasakan seni-nya menjadi seorang pekerja. Merasakan bagaimana rasanya menjalani hidup teratur, bagaimana rasanya di bawah kontrol orang, bahkan pada saatnya nanti, bisa mengontrol orang. Ini yang namanya circle of life.

Terserah mau bekerja dalam bidang apa, tapi esensi menjadi seorang pekerja seharusnya bisa dirasakan oleh setiap orang. Pengalaman adalah pelajaran yang paling nyata, ini klise, but true. Inti sari dari menjadi seorang pekerja adalah bagaimana strategi kita untuk me-manage hidup kita nantinya. Masa depan, siapa yang tahu. Tidak perduli apakah seseorang bekerja formal atau tidak, ada saatnya dimana kita harus bisa mantain hidup kita sendiri, berusaha untuk mandiri, dan belajar menghadapi semua masalah dengan kepala dingin.

Setelah membaca ulang kata-kata yang saya ketik diatas, saya pun menyadari, bahkan dengan sangat senang, saya sadar tahap pendewasaan saya mulai berjalan. Saya akan sangat senang mendengar cerita teman-teman terdekat saya beberapa tahun lagi mungkin menjadi orang yang sukses. Dalam bidang apapun. Apalagi kalau sukses dalam bidang yang diminatinya sejak dulu. Saya akan sangat iri.
Intinya, cita-cita apapun yang ada dalam angan-angan teman-teman semua, jalanilah dengan sepenuh hati. Fokus dan perdalam dengan penuh semangat. Karena kenapa, dalam beberapa tahun ke depan, kita bukan lagi seorang anak SD yang ditanya mengenai cita-cita, saat ini kita harus merealisasikan ucapan inosen kita dulu. Kita bukan lah seorang bocah ingusan lagi, yang tergantung dari uang jajan ayah dan ibu. Beberapa tahun ke depan, kita lah yang harus dengan bangga nya memberi uang jajan kepada mereka.

Sebagai orang baru dalam dunia yang baru pula, saya juga punya semangat baru dan cita-cita yang juga baru. Dan saya juga akhirnya menyadari, being a worker isn’t a bad idea anymore.

0 comments: