lluvia's journey

you can read my mind here!

Pages

Sunday, July 15, 2012

Floating world environment: between careless and silent concern.

Dengarkanlah suara kami, generasi apatis yang mencintai Bumi

"Global warming, penebangan pohon ilegal,kebanjiran, kebakaran hutan, air sungai meluap, dan banyak lagi. Digembar-gemborkan media untuk sekedar menyuguhkan informasi atau bahkan untuk mencari simpati dari masyarakat. Kami bersimpati. Tapi tidak ada yang bisa kami lakukan, selain menjadi diri sendiri. Awal yang baik dimulai dengan mengingatkan diri sendiri demi perubahan.

Seorang apatis,sesuai dengan sebutannya, kelihatannya tidak akan pernah peduli akan lingkungan sekitar. Kami disebut anti aktivis. Kami awam dalam semua kegiatan peduli lingkungan. Buta akan bahasa kepedulian. Kami menjalani hari dengan tenang tanpa harus meneriakan kata-kata protes. Melewati berbagai tempat dan fasilitas umum tanpa mengeluh. Bagi kami, bumi adalah tempat dimana kaum kami dimanjakan. Kadang membuat kami terlupa. Menjadi diri sendiri bagi kami lebih baik. Karena awal yang baik timbul dari kesadaran diri sendiri.

Seorang apatis lingkungan melihat situasi dari sisi yang berbeda. Dalam hal ini, lingkungan sekitar adalah hal yang hanya berfungsi sebagai penunjang. Kami terlalu asyik sendiri, tidak menyadari akan kaum-kaum apatis lain yang justru lebih parah ketidakpeduliannya. Kami hanya ingin jadi diri sendiri. Walaupun mulut kami diam, kami, tidak butuh perintah, akan melakukan aksi sendiri.

Kami tidak peduli saat melihat orang membuang sampah sembarangan di jalan raya, di tempat umum, bahkan di sungai. Padahal kami tidak bodoh. Kami tahu akan akibat yang akan terjadi. kami hanya bisa diam. Karena, adakah hukum yang akan mengingatkan? Apakah ada sangsi berat yang juga mengingatkan? Jikalau ada, apakah akan memberikan pengaruh besar? Apakah orang-orang akan tetap taat? Semua kembali pada individu masing-masing. Bagi kami, perintah, hukum bahkan sangsi adalah hal yang mubazir. Cukup percaya akan diri sendiri. Kami bisa menjaga lingkungan. Walaupun cakupannya kecil. Akan tetapi, awal yang baik berasal dari hal yang kecil. Dan hal kecil itulah yang bisa kami janjikan."

Saturday, September 17, 2011

The Art of Being a Worker.




Satu-satunya kegalauan saya di akhir tahun 2010 adalah, perenungan yang mendalam masalah skripsi yang ngga beres-beres. 7 tahun and still proud. Haha. 2 tahun sebelumnya kuliah sudah beres semua, hanya selangkah lagi menuju toga. Satu malam dihabiskan untuk merenungi masalah ini, apa saja yang sudah dilewati dalam 2 tahun ini, kenapa niatan untuk menyelesaikan skripsi selalu terganjal masalah lain, materi skripsi sudah matang dan tinggal dibakar di depan meja sidang, tapi kenapa lagi dan kenapa. Dalam 2 tahun yang penuh dengan semangat DIY yang menggebu, ingin juga membesarkan nama band dan menjadi seorang pekerja clothing, ya,memuaskan hasrat incridible youth akhirnya menjadi alasan saya begitu menghadapi skripsi. Yes, saya masih muda. Walaupun tidak begitu berbahaya.

Saya tidak pernah menyesali 2 tahun yang terbuang, semua itu tidak ada yang percuma. Toh, semua itu nantinya harus saya relakan dan lepaskan ketika saya akan menghadapi kehidupan yang sebenarnya. Yaitu, menjadi seorang pekerja.
Pekerjaan impian saya adalah pekerjaan semi-formal. Dimana saya bisa dengan bebas mengeluarkan otak kreatif dan imajinasi saya. Dimana kantor tempat saya bekerja harus se nyaman mungkin, dengan fasilitas yang menggambarkan kefleksibilitasan jiwa muda. Office hour tidak masalah selama saya tidak terpaku oleh job desk yang itu-itu saja. Pekerjaan impian pertama saya adalah sebagai penulis, bekerja di sebuah majalah music, culture and fashion, dan jika peruntungan sedang bagus, saya akan di promote jadi editor. Ini sudah jadi impian saya sejak dulu, ketika baru lulus SMU. Pilihan pertama saya adalah FIKOM Unpad, jurusan jurnalistik. Yang sayangnya, saat SPMB ga lulus. Sedihnya.

Sebulan sebelum saya sidang (akhirnya), angan-angan saya diatas masih mengawang-ngawang di otak.Teringat pada saat saya dan sahabat saya Bo berniat membuat sebuah majalah traveling di Bandung. Materi sudah matang, ide sudah briliant, rapat demi rapat sudah dilakukan, tapi kembali lagi berhadapan dengan satu halangan yang sangat menyesakkan dada. Yaitu, uang. Pemberi modal tiba-tiba ragu, dan kami, layaknya pada saat membeli es campur pada siang hari bolong tapi tiba-tiba tumpah di senggol orang, semangat kami luluh seketika. Dan impian ini juga terhapus dari balon khayalan kami. Tapi semua itu juga tidak percuma, bersyukur juga masih punya semangat untuk berusaha.

Kejadian demi kejadian berlalu, sampai pada beberapa saat sebelum saya sidang. Saya berfikir, setelah masalah perkuliahan ini beres, saya bertekad untuk mengejar cita-cita saya. Menjadi seorang pekerja. Pekerja semi-formal tentunya. Dimana saya bisa bebas mengembangkan sisi kreatif dan juga mengimbanginya dengan main dan bersosialisasi. Saya berfikir seperti ini karena saya adalah orang yang paling tidak suka dikekang. Apalagi oleh keadaan. Banyak teman-teman saya yang seringkali mengeluh tentang pekerjaannya. Ada ketakutan dibalik menyimak curhatan mereka. Takut akan segala kerumitan sebuah perusahaan formal. Takut akan deadline yang ketat dan tekanan bos yang menyebalkan. Hal ini membuat saya semakin tidak menyukai pekerjaan formal. Tiba pada suatu saat, tepat pada saat sebelum menghadapi sidang, ada yang dengan baik hati memberikan kesempatan saya untuk mendapatkan pekerjaan. Perasaan saya terbagi dua, antara senang karena tau bahwa betapa beruntung nya saya, tawaran pekerjaan yang menggiurkan datang bahkan sebelum saya lulus kuliah, dengan perasaan sedikit membingungkan pada saat saya tahu tawaran pekerjaan ini berasal dari perusahaan formal. Bahkan sangat challenging karena ternyata ini adalah perusahaan luar. Dan posisi nya di bagian marketing, yang tidak pernah terbayangkan bagaimana bekerja di bidang ini karena ini adalah sesuatu yang sangat baru bagi saya. Jadi, di satu sisi ini saya anggap suatu berkah yang menyenangkan, di sisi lain kebingungan melanda pikiran saya karena semua ini tidak sesuai dengan keinginan saya untuk bekerja sambil main :p

Tiba lagi pada suatu malam, dimana saya merenung lagi. Semangat saya timbul lagi, tapi kali ini semangat ini berubah. Berubah menjadi keinginan saya untuk bisa membahagiakan kedua orang tua saya. Untuk bisa memberikan sebagian hasil kerja saya untuk mereka berdua. Demi ini, saya rela melakukan pekerjaan apapun. Bahkan sebagai pekerja di perusahaan formal. Kesempatan ini mungkin tidak akan datang untuk kedua kalinya. Maka dengan semangat dan kecemasan yang berlebihan, saya segera mengiyakan tawaran ini. Saya datang untuk interview tepat seminggu sebelum saya sidang, dan mulai bekerja tepat seminggu sesudah saya sidang. Terima kasih Tuhan.

Beruntung, adalah kata yang sering kali diucapkan oleh teman-teman saya ketika mereka tahu belum lama saya menghadapi horror di ruang sidang, saya sudah tenang karena sudah punya pegangan. Ini baru yang namanya ‘sesuatu banget’ hahahaha.
Hari pertama saya bekerja di perusahaan ini, hal yang pertama kali saya perhatikan adalah lingkungan kantornya. Kantor di dekorasi sebagaimana interior kantor di Jepang, lantainya kayu dan sangat bersih. Meja ditata sangat teratur dengan pencahayaan yang sangat cukup. Disini para staff tidak dibolehkan memakai sepatu di ruang kerja, di luar disediakan berpuluh-puluh slipper untuk dipakai saat bekerja. Mungkin ini salah satu alasan kenapa dimana-mana lantai nya bersih dari debu dan kotoran. Ruangan staff dibuat se-intim mungkin, meja dan kursi ditempatkan berhadap-hadapan, ruangan manager tidak jauh dari meja staff yang lain. Ini membuat staff bekerja di bawah kontrol langsung atasan. Hal yang kedua yang menyita perhatian saya adalah suasana sosialisasi antar teman kerja. Yang saya anggap penting karena hal ini bisa sangat mempengaruhi cara bekerja saya. Tim marketing di kantor ini bisa dibilang menyenangkan, mereka ramah dan tahu caranya bersenang-senang. Selama ini saya enjoy bekerja bersama mereka. Walaupun ada saat dimana kami, khususnya saya sebagai anak baru dilanda tekanan pekerjaan yang seringkali membuat stress. Semua ini memang bertolak belakang dengan apa yang saya inginkan selama ini. Bayangkan, pekerjaan formal, pakaian formal, deadline ketat, pekerjaan yang selalu menumpuk, ditambah ada target yang tidak sedikit yanng harus dicapai setiap bulannya. Tapi, kenyataan yang cukup mengejutkan, saya enjoy bekerja seperti ini. Dan semangat saya sampai saat ini juga masih menggebu-gebu. Ada yang harus saya capai, dan ada yang harus tetap tinggal di angan-angan.

Ini yang selama ini saya sebut sebagai, kehidupan sebenarnya. Dimana saya harus struggle sendiri menuju semua pencapaian. Cita-cita harus tetap ada. Ini saya anggap sebagai suatu pengalaman dalam menjajaki kehidupan nyata. Menjadi seorang pekerja. Karier yang sebenarnya.

Kali pertama saya bekerja, yang pertama kali ada dalam pikiran saya adalah, bagaimana caranya saya bisa hidup secara normal. Yang mungkin akan sangat membosankan bila di sebutkan satu persatu jalannya. Office hour 8 to 5. Monday to Friday. Begitu terus sepanjang tahun. Akankah saya bosan? Pertanyaan ini sedikit mengganggu saya. Maka selama ini saya selalu mensugestikan pikiran saya bahwa pekerjaan seperti ini bila kita menjalaninya dengan ikhlas dan enjoy, maka hal-hal diatas tidak akan menjadi masalah lagi bagi saya. Karena menurut saya, semua orang di dunia ini harus merasakan seni-nya menjadi seorang pekerja. Merasakan bagaimana rasanya menjalani hidup teratur, bagaimana rasanya di bawah kontrol orang, bahkan pada saatnya nanti, bisa mengontrol orang. Ini yang namanya circle of life.

Terserah mau bekerja dalam bidang apa, tapi esensi menjadi seorang pekerja seharusnya bisa dirasakan oleh setiap orang. Pengalaman adalah pelajaran yang paling nyata, ini klise, but true. Inti sari dari menjadi seorang pekerja adalah bagaimana strategi kita untuk me-manage hidup kita nantinya. Masa depan, siapa yang tahu. Tidak perduli apakah seseorang bekerja formal atau tidak, ada saatnya dimana kita harus bisa mantain hidup kita sendiri, berusaha untuk mandiri, dan belajar menghadapi semua masalah dengan kepala dingin.

Setelah membaca ulang kata-kata yang saya ketik diatas, saya pun menyadari, bahkan dengan sangat senang, saya sadar tahap pendewasaan saya mulai berjalan. Saya akan sangat senang mendengar cerita teman-teman terdekat saya beberapa tahun lagi mungkin menjadi orang yang sukses. Dalam bidang apapun. Apalagi kalau sukses dalam bidang yang diminatinya sejak dulu. Saya akan sangat iri.
Intinya, cita-cita apapun yang ada dalam angan-angan teman-teman semua, jalanilah dengan sepenuh hati. Fokus dan perdalam dengan penuh semangat. Karena kenapa, dalam beberapa tahun ke depan, kita bukan lagi seorang anak SD yang ditanya mengenai cita-cita, saat ini kita harus merealisasikan ucapan inosen kita dulu. Kita bukan lah seorang bocah ingusan lagi, yang tergantung dari uang jajan ayah dan ibu. Beberapa tahun ke depan, kita lah yang harus dengan bangga nya memberi uang jajan kepada mereka.

Sebagai orang baru dalam dunia yang baru pula, saya juga punya semangat baru dan cita-cita yang juga baru. Dan saya juga akhirnya menyadari, being a worker isn’t a bad idea anymore.

Friday, January 21, 2011

A Tribute's Tale : The Death of All The Flair



Sebuah obrolan singkat diselingi tawa di teras salah satu studio di Bandung bersama Cheppy dan Dicky dari Twisterella serta seorang gadis langsing bernama Mayang ( yang ini mungkin sudah dikenal di kalangan EO-EO di Bandung )
"Gini Ta, tadi tuh kita lagi ngobrolin tentang acara tribute yang sering banget diadain di Bandung" Cepi berkata dengan muka agak serius.
Pernyataan tadi langsung di-iya-kan oleh Dicky disebelahnya. Masih, dengan muka serius.
"Ya itu makanya si band nya harus berani berkarya dan bawain lagu sendiri!" ungkap Mayang dengan agak ngotot. Saya tertawa dan juga meng-iya-kan dengan semangat.
"Ya gimana atuh da, meureun karya sendiri nya teu laku hahahahaha" ungkap Cepi, sedikit curcol :p

Sebenarnya pemikiran tentang hal ini sudah sering terlintas di otak, ketika melihat teaser-teaser tribute gigs yang diadain oleh beberapa komunitas di Bandung. Kali pertama, saya mengakui bahwa mengadakan gigs tribute band kesayangan adalah sangat cool dan menarik, apalagi kalau si band membawakan lagu-lagu artis kesayangannya itu dengan cara yang berbeda. Sungguh bikin penasaran! Kali kedua masih juga menarik, melihat antusias para musisi dan gigster yang membangkitkan aura positif di scene indie Bandung. kali berikutnya dan selanjutnya dan selanjutnya, saya, sebagai penikmat musik agak-agak khawatir juga akhirnya. Kebosanan datang ketika melihat banyak dari band-band yang main jadi malah keasyikan membawakan lagu orang dan malah jadi berhenti berkarya. Kalau sudah begini, siapa yang bisa kita jadikan kambing hitam? Event Organizer yang sudah terlalu nyaman dengan antusias gigster yang western-minded? Atau para musisi yang terlalu malas untuk berkarya lewat musik mereka sendiri? untuk yang pertama, saya salahkan sang panitia acara. Karena bagi sebuah band, apalagi yang masih hijau di dunia permusikan, jam terbang lah yang dicari, semakin banyak main di gigs, sudah pasti para pemain terpuaskan. Dan siapapun yang mengundang si band untuk main di acara, adalah suatu tawaran yang tidak mungkin ditolak. Mau itu acara tribute, gigs biasa, apalagi acara yang terkonsep dengan baik pasti akan dicapluk seketika. Saat ini, band-band yang ada terlalu dimanjakan dengan gampangnya tawaran main yang datang. Tidak seperti jaman dulu, ketika seorang sahabat yang bercerita mengenai betapa susahnya dulu dia dan bandnya untuk main di acara, bahkan sempat mengalami main di acara tujuh belasan! Kegigihan para musisi dulu lebih mencengangkan dan penuh perjuangan. Lalu, kemana semangat itu pergi?

Jamannya sebuah band membawakan lagu orang sudah lewat beberapa belas tahun lamanya. Saya rasa, sudah cukup lama mereka terkungkung di balik ketakutan-ketakutan akan musik mereka tidak bisa diterima oleh orang banyak. Sudah saatnya band yang memang benar-benar niat untuk maju, berkarya lewat kreativitas mereka sendiri. Toh, kepuasan bukan hanya bisa didapatkan ketika para audience bertepuk tangan dan tersenyum puas melihat perform si band. Tapi kepuasaan menampilkan karya mereka dengan baik juga akan menjadi klimaks yang membuat puas masing-masing personil. Kepuasan bisa berbagi karya dengan orang lain dan berkesempatan untuk memperdengarkan karya mereka adalah suatu hal yang bisa dibilang membanggakan. Tepuk tangan dan sorak sorai penonton adalah hanya sebuah bonus.

Dalam sebuah acara tribute, saya akan lebih menghargai band yang menggunakan kreativitas mereka, me-remake lagu kesayangan dengan cara mereka sendiri. Yang saya yakin, akan menuai banyak kontroversi dari para kritikus gigs, tapi untuk sebagian orang, mungkin justru akan menuai kekaguman dan rasa tersendiri. Menjiplak, saya yakin hampir semua band bisa, mencontek grip dari band aslinya bahkan mencari tab di internet adalah perkara mudah. Sedangkan me-remake, pasti akan membutuhkan banyak hal, dari mulai waktu untuk briefing, otak diasah untuk menghasilkan nada-nada baru atau bahkan part-part baru, itu baru hal sulit. Dan jika semua itu dilakukan, yakin lah kalian, kepuasan akan datang seketika, dan otomatis kecintaan kalian terhadap si yang empunya lagu aslinya, terbukti.

Ini janganlah dianggap sebagai sebuah tuntutan yang terlalu muluk dari saya, seorang awam dan bukan musisi sejati. Ini hanya sebuah keinginan dan permohonan saya kepada orang-orang yang bertalenta tinggi dalam bermusik untuk tetap ingat kepada roots masing-masing band. Tujuan kalian membuat band adalah apa? apakah sekedar memuaskan keeksisan di depan orang banyak, atau ingin memperdengarkan karya kalian yang dasyat dan menghibur orang-orang yang menonton. Kami, para penikmat musik sudah sangat open-minded, sudah memikirkan konsep originality. Karena karya kalian, bisa jadi melahirkan inspirasi, semangat baru, bahkan pengetahuan bagi kami.

So please, for now, stop making tribute gigs. Too much ego will kill your talent!

Thursday, January 6, 2011

Pop at Summer sharing kindness with great people.




(Trip to Jogja 30 Dec 2010 – 02 Jan 2011 )

Akhirnya Pop at Summer main di luar kota! Menerima ajakan dari anak-anak Jogja (Outerbeat dan Indie Rising Club) untuk main di acara New Year’s Honour With Indie Rising Club di daerah Demangan, Yogyakarta, pada malam tahun baru. Ini adalah sebuah catatan perjalanan kami selama 4 hari. Enjoy! ;)

Kamis, 30 Desember 2010. Stasiun Bandung 19.00 WIB
Saya, Bayu dan Baruna adalah rombongan pertama yang sampai di stasiun Bandung dan kebagian ‘riweuh’ membawa semua alat Pop at Summer. Setibanya di stasiun, kelaparan melanda dan kami melakukan sedikit pemborosan dengan membeli makanan, minuman dan rokok. Anne datang beberapa saat kemudian dengan membawa alat yang sangat dibutuhkan yaitu : Kamera. Roni dan Rikip berbarengan datang dengan perut kosong dan akhirnya bergabung makan di kursi tunggu stasiun. Irvan juga akhirnya datang walaupun sempat terjebak di kemacetan Bandung pada saat itu.
Selama perjalanan di kereta, keinginan saya untuk tidur sampai jogja hanya terbayar selama 2 jam. Sisa 6 jam dihabiskan untuk bulak balik gerbong buat merokok dan main kartu. Fajar dan Ical selaku panitia acara dan LO sudah meng-sms dan menelfon saya beberapa kali untuk mengetahui kabar kami selama di perjalanan. Tidur ga jelas selama 2 jam menurut saya cukup buat recover body selama perjalanan di kereta. Suara cekikikan anak-anak cowo membuat saya terbangun dan akhirnya bergabung. Hanya Anne dan Rikip yang sakses tidur sampe stasiun Tugu.

Jum’at, 31 Desember 2010. Stasiun Tugu 04.00 WIB
Sesampainya kami di Stasiun Tugu, udara pagi menyapa dan atmosfir kota Jogja yang khas mulai terasa. Beberapa orang dari kami ada yang melepaskan hasrat buang air dan hasrat kenarsisan dengan foto-foto ber-back ground stasiun dan rel kereta api. Senang sekali saat keluar dari pintu stasiun dan menyadari kami sudah sampai dengan selamat di kota jogja. Suasana dan atmosfirnya berbeda sekali dengan kota Bandung. Anehnya, saya merasa lebih tenang dan nyaman berada di kota ini. :)
Walaupun kami lelah dan sangat ingin buru-buru istirahat, hasrat foto-foto dan merekam footage tetap membara. Alhasil, sepanjang perjalanan dengan jalan kaki menuju rumah saudara Rikip di Sosro Wijayan (daerah Malioboro), Bayu, sebagai teman yang baik, bersedia mendadak jadi fotografer dan kameramen Pop at Summer. Kebetulan karena masih subuh, kegiatan di jalanan sekitar Malioboro masih sepi, sehingga acara foto-foto jadi semakin asik :p
Tiba di rumah saudara Rikip, kami langsung ambil posisi dan tepar seketika.


Jum’at, 31 Desember 2010. Sosro Wijayan 11.00 WIB
Bangun juga akhirnya saat menjelang solat jum’at. Setelah mandi dan santai sebentar, para cowo-cowo berangkat ke mesjid untuk mengikuti Jum’atan terakhir mereka di tahun 2010. Saya dan Anne beres-beres dan menyapa teman-teman kami di dunia maya sebentar sampai akhirnya yang lain beres jumatan. Ical (LO Pop at summer) dan Iwan (Panitia) menelfon dan bilang kalau mereka sudah siap menjemput kami di depan Sosro Wijayan.

Jum’at, 31 Desember 2010. Wisma UGM 14.00 WIB
Sampai juga di penginapan yang disediakan sama panitia. Disana kami langsung menyapa temen-temen dari Twisterella, dan saya sempat juga merecoki kamar mereka. Di kamar itu sudah ada Afin, Dondon, Dicky, Rama, Boni dan Tian dari Glael Deluxe sedang ngobrol dan sibuk ‘heureuy’. Cepi, sang vokalis tiba-tiba mengajak saya ngomong bahasa Jawa yang saya ngga ngerti dan akhirnya saya kembali ke kamar dan memulai beres-beres.
Di kamar, kami melakukan brifing sebentar dan menentukan song list untuk main nanti malam. Check sound untuk Pop at Summer dijadwalkan jam 5 sore. Bersyukur juga soalnya berarti masih banyak waktu untuk istirahat dan ngobrol-ngobrol.

Jum’at, 31 Desember. Seven Soul, Demangan. 17.30 WIB
Seven Soul ternyata adalah sebuah distro di daerah Demangan, Yogyakarta. Tempat ini mengingatkan saya sama jl. Trunojoyo dan sekitarnya. Konon, sekitaran daerah ini disebut-sebut sebagai wilayah ‘gaul’ anak muda jogja. Stage nya berada di pelataran parkir Seven Soul, tepat di depan jalan raya.
Pada saat mulai check sound, break maghrib hanya tinggal beberapa menit lagi, maka check soundnya sempat terpotong dan akhirnya dilanjutkan sehabis adzan. Setelah checksound beres, terpaksa kami harus menunggu di Seven Soul dan ngga balik ke penginepan, karena kebetulan LO kami adalah MC di acara ini. Ga mungkin juga kan maksa mereka nganter kami ke penginepan lagi. Itu namanya merepotkan. Akhirnya sebagai talent yang baik, kami duduk manis di ruang talent dan cukup enjoy merokok dan minum softdrink. Fajar datang dan mulai menggoda kami dengan menyimpan satu gelas berisi minuman khas pengganti lapen yang sudah banyak memakan korban itu dan beberapa dari kami tergiur dan akhirnya habis juga itu minuman. Hahaha.

Seven Soul, Demangan. 19.00
Acara pun dimulai, MC Ical dan Iwan membuka acara dengan banyolan-banyolan yang sempat mereka preview selama perjalanan di mobil bersama kami. Duo gendeng ini nampaknya sukses menjadi MC karena kami sebagai orang sunda tulen pun ikut tertawa melihat tingkah laku mereka berdua.
Kapsul, sebuah band dari Yogyakarta yang beberapa personil nya adalah teman kami juga, hadir di stage sebagai band pertama yang perform. Lagu-lagu dari The Ocean Blue dan Morrissey dibawakan dengan ciamik oleh mereka, berhasil membuat audience termasuk saya, sing along.
Band kedua adalah Lazy Room, sebuah band dengan genre shoegaze dan dream pop menarik perhatian saya dan membuat saya penasaran. Sound-sound The Milo, Vickyvette, Under The Big Bright Yellow Sun, bahkan Pure Saturday, menyatu menjadi harmonisasi yang menarik. Salah satu band yang akan sangat diperhitungkan oleh Loud For Goodness (record label dari bandung, dimana saya bekerja sebagai Public Relation nya). Maka daripada itu, tepat setelah mereka selesai main, saya tarik salah satu personil nya untuk ditanya-tanya seputar band dan rilisan mereka.
Pertama kali saya mendengarkan Fantastic June, saya kira mereka adalah band luar. Saya kaget ketika saya melihat teaser acara ini dan melihat ada Fantastic June disitu. Ternyata mereka adalah band Jakarta. Ini adalah salah satu band favorit saya, dan tentu saja, saat mereka main saya dengan setia mendengarkan dan puas akan perform mereka :)

Seven Soul, Demangan. 20.30 WIB
Pop at Summer perform. Ngga nyangka juga animo audience tidak mengecewakan. Bahkan banyak respon dan tepuk tangan saat kami main. Arkham dan konco-konconya pun sempat me-request lagu “Kiss Berry” untuk dimainkan. Summer Night, Everything’s Fine, There’s Me In Your Heart, Kiss Berry dan satu lagu cover dari Acid House Kings berjudul A Long Term Plan pun kami mainkan dengan sedikit grogi berharap perform kami ngga mengecewakan. Semoga. Amin.
Tepat saat kami beres main, Twisterella sudah menunggu di back stage untuk menjadi talent selanjutnya. Band idola saya ini, sesuai dengan harapan, main sangat bagus walaupun tanpa Endro, salah satu gitaris dari Twisterella yang berhalangan hadir, dan digantikan oleh Rama. Bahkan mereka pun membawakan salah satu lagu favorit saya! Sebuah lagu dari Another Sunny Day berjudul Horseriding. Sangat tidak mengecewakan :)
Jujur, setelah twisterella main, saya merasa sangat mengantuk dan lapar. Jadi selama itu saya hanya terduduk dan hanya ngobrol kesana kemari di ruang talent. OK Karaoke dan Brilliant at Breakfast dengan sangat menyesal saya melewatkan perform mereka :(
Saat semua band telah selesai perform, saya kira acara sudah berakhir. Ternyata tidak. Cepi nge-jam bersama beberapa personil dari band lain membawakan lagu-lagu dari Ride, The Smiths, dan lain-lain. Perform dadakan ini tidak disangka sangat menghibur, ditambah dengan ‘caprukan’ Cepi sebagai vokalis, acara nge-jam ini bisa dibilang sakses. Kami sebagai penonton tidak berhenti tertawa melihat Cepi berada di atas stage menyanyi+melawak. Hahahahaha. Great!

Sabtu, 1 Januari. Seven Soul, Demangan. 00.00 WIB
HAPPY NEW YEAR EVERYBODY! Selamat Tahun Baru Jogja. Selamat Tahun Baru Pop at Summer. Selamat Tahun Baru Twisterella. Selamat Tahun Baru Indie Rising Club. Tahun yang baru, dimulai dengan keceriaan dan kebersamaan, semoga berlanjut sampai tahun berikutnya dan tahun berikutnya lagi dan lagi dan lagi. Amin.
Kali ini sebagai pengantar acara tahun baru, DJ Maltness, DJ Deemush, DJ Spirdiac, dan DJ Arkham layaknya sebuah DJ di club-club mahal memutar mixtapes canggih membawakan lagu-lagu madchester, twee, pop bahkan shoegaze! Tidak sedikit dari kami yang akhirnya dancin’ dan sing along sampai berkeringat.
Acara ditutup dengan foto-foto bareng panitia dan talent acara. So sweeeeettt ^^
Dengan tenang dan tertib, kami akhirnya kembali ke penginapan dan (niatnya sih) beristirahat. Tapi nyatanya saat sampai di kamar, saat semua kamar sudah tertutup rapat dengan lampu dimatikan, mata kami masih melek dan keinginan untuk main kartu masih mengebu-gebu. Akhirnya jam 5 subuh kami baru tepar.

Sabtu, 1 Januari 2011. Wisma UGM. 10.00 WIB
Saya ternyata adalah orang yang paling terakhir bangun :p dan juga terakhir mandi. Kami harus check out jam 12 siang dari wisma, dan menjadi talent yang paling terakhir check out karena kami bangun kesiangan. Teman-teman dari Twisterella sudah pamit duluan saat saya sedang mandi. Setelah siap-siap, kami mengobrol sebentar dengan panitia. Keramahan mereka membuat saya nyaman dan tidak ingin buru-buru meninggalkan wisma ini. Fajar, Ical, Iwan, Arkham, Adit dan yang lainnya membuat saya seperti sudah lama mengenal mereka. Tahun baru, teman baru. Terima Kasih!
Iwan dan Ical sebagai LO yang baik mengantarkan kami mencari penginapan baru untuk kita sewa sampai besok karena kami baru akan berangkat ke bandung lagi minggu malam. Takut merepotkan kedua orang itu maka kami mempercepat pencarian dan akhirnya menemukan sebuah losmen di daerah sosro wijayan dengan harga yang cukup terjangkau. Ical dan Iwan akhirnya pamit untuk kembali ke tempat tinggal masing-masing dan sempat menawarkan bantuan sebagai guide kalo-kalo kita ingin jalan-jalan di jogja. So sweet yah mereka !
Kami memutuskan untuk beristirahat sampai makan malam. Kami keluar cari makan lesehan di sekitar Malioboro dan menemukan pojok enjoy disana. Perekaman footage pun dilakukan selama perjalanan jalan kaki arah pulang ke penginapan. Setelah perut penuh, rasa kantuk datang dan akhirnya kami semua tidur, kecuali Roni, yang harus menyelesaikan pekerjaannya membuat cd profile Jack and Four Men. Semangat!

Minggu, 2 Januari 2011. Pasar Bringhardjo. 08.00 WIB
Saya dan Anne sudah merencanakan kegiatan pagi ini dari kemarin malam. Shopping! :D Memang, sebagai cewe, kegiatan kayak beginian ngga akan bisa dilewatkan. Apalagi kalo harganya murah-murah. Berdua saja kami naik becak dari penginapan. Bocah-bocah cowo masih di alam lain pada saat itu, jadi kami ngga tega bangunin. Selain kasian, kita berdua yakin begundal-begundal itu ga akan ada yang mau diajak belanja pagi buta begini.
Oleh-oleh sudah dibeli. Lapar melanda. Di depan pasar ini ada jejeran penjual makanan. Dari buah-buahan, sayuran,sampe gorengan ada disini. Yang bikin ‘kabita’ adalah nasi pecelnya. Sepakat, saya dan Anne membeli 7 bungkus untuk di makan bareng-bareng di penginepan.


Losmen Lucy. 12.00 WIB
Sesampainya di penginapan, sesuai dengan perkiraan, para cowo-cowo rempong itu masih tidur pulas. Butuh sedikit pemaksaan bangunin mereka buat makan. Setelah mandi dan siap-siap, kami pun check out dari losmen dan berencana untuk menitipkan barang-barang di rumah saudara rikip lagi. Kegiatan selanjutnya adalah : Jalan-jalan! Malioboro, Alun-alun dan keraton adalah tujuan kami selanjutnya.

Alun-alun Selatan. 14.00 WIB
Roni, Rikip, Baruna, Irvan dan Anne nekad jalan kaki dari malioboro sampai Alun-alun. Saya dan Bayu yang masih berada di warnet pada saat itu memilih untuk menyewa sepeda,di sebuah book shop depan warnet dan menggoesnya sampe Alun-alun. Sangat menyenangkan!
Setiba di alun-alun, saya lihat anak-anak sudah berada di bawah 2 pohon beringin legendaris, sedang melihat Roni yang lagi berputar-putar berusaha melewati celah diantara kedua pohon beringin. Mitos sih katanya, orang yang berhasil melewati kedua pohon beringin itu dengan mata tertutup, niscaya akan sukses usahanya dan keinginannya terkabul. Hmmm..
Rikip, adalah salah satu orang yang berhasil melewatinya. Entah kenapa saat percobaan yang kedua, tepat di depan celah itu tiba-tiba dia belok dengan kecepatan tinggi dan akhirnya menabrak tembok hingga pipi nya sobek. Ckckck. Saya dan teman-teman yang lain sangat kaget saat melihat pipinya berdarah. Kalo masuk rumah sakit kayanya udah dapet deh 5 jaitan. Ada-ada aja. Semoga dia cepat sembuh ya!

Stasiun Tugu. 20.30 WIB
Dengan berat hati, kami harus pulang ke Bandung. Stasiun Tugu sudah sangat ramai waktu itu, kami terpaksa menunggu sambil berdiri dengan barang bawaan yang lumayan banyak. Beberapa saat kemudian, Ical, Fajar dan Arkham datang. Sebuah kejutan yang menyenangkan, mengetahui mereka bela-belain datang padahal waktu itu jogja sedang diguyur hujan. Mereka juga berbaik hati mengantarkan kami sampai kursi dan ikut membawa barang-barang kami sampai gerbong. Saya akhirnya mengakui, mereka adalah panitia acara sekaligus teman yang sangat baik bagi kami. Sampai membuat saya berpikir, kami harus membayar semua kebaikan mereka kalo mereka yang datang ke Bandung. Ini janji saya. :)

Senin, 3 Januari 2011. Stasiun Bandung. 06.00 WIB
Finally back to our town!! Udara pagi Bandung yang khas dan familiar membuat kami segar kembali, sesudah melewati perjalanan yang cukup membosankan tadi di kereta. Rikip dan Roni sudah turun duluan di Stasiun Kiara Condong. Saya, Anne, Baruna, Irvan dan Bayu memilih stasiun Bandung untuk menjadi perhentian terakhir perjalanan kami. Setelah say good bye di stasiun, kami pulang ke tempat tinggal masing-masing, merencanakan untuk beristirahat dan tidur panjang.
Perjalanan ini, semoga menjadi awal yang baik dari usaha dan niatan baik Pop at Summer untuk tetap berkarya dan mendedikasikan karya kami pada orang-orang yang sudah sangat menghargai kami. Menjadi sebuah band, dimana kami dihargai dari sisi musikalitas ataupun sisi kekeluargaan dan kebersamaan, serta bisa berbagi kebahagiaan dengan semua orang adalah harapan kami. MORE POP MORE HAPPINESS!

* Big thanks for : Kedua orang tua tercinta yang sudah merestui dan mendanai perjalanan kami, teman-teman dari Jogja : Indie Rising Club, Outerbeat, special super thanks for Fajar, Ical, Arkham dan Iwan yang sudah bersedia direpotkan oleh kami, thank you for being you!! ; untuk Twisterella, Kapsul, Brilliant at Breakfast, Lazy Room, Ok Karaoke, dan Fantastic June yang sudah berbagi stage dengan kami; buat Cepi, Afin, Dicky, Dondon, Boni, Tian, dan Rama sebagai teman seperjuangan dari Bandung untuk kebersamaan di malam tahun baru menemani kami di Jogja, success guys! ; untuk Wisma UGM, Seven Soul, Sosro Wijayan, Losmen Lucy, Kedua saudara dari Rikip yang sayang sekali saya belum sempat nanya namanya siapa :D ; untuk crowds di Seven Soul kemarin yang puas melihat dan menikmati perform kami ; dan banyaaaakk terima kasih untuk Allah SWT yang telah meridhoi kami untuk tampil di Jogja dan melindungi kami selama perjalanan :)

Friday, December 24, 2010

Pop at Summer and simplicity.



Cloudberry releases Cloudberry 602 “the sound of young java proud and wild forever”. Pertama kali saya mendengar lagu berjudul “Summer Night” dari Pop at Summer dalam kompilasi ini, saya langsung jatuh hati. Sound clean guitar nya dan suara Vina sang vokalis membuat saya saat itu juga mulai mengagumi band ini. Saat mendengarkan lagu ini saya tidak mengenal orang-orang di belakang Pop at Summer. Di kemudian hari, saya baru notice bahwa salah satu gitaris nya adalah teman saya di bangku SMP. Saat itu juga saya contact Rikip (gitaris dari Pop at Summer) untuk minta liriknya untuk sing along :p .

Lagu kedua saya temukan di kompilasi “Summer Daydream” dari Sea Indie yang berjudul “Everything’s Fine”. Lagu ini juga seketika masuk dalam playlist itunes saya, dan selalu menemani saya saat berkutat di depan komputer.

Waktu berlalu dan bagaikan takdir yang sudah ditulis sebelumnya, saya bertemu dengan Bayu (yang sekarang menjadi pacar saya <3), dimana dia adalah manager dari sebuah band Shoegaze/Post-rock My Violaine Morning, yang ternyata kedua gitarisnya adalah personil Pop at Summer juga. What a beautiful coincidence! Ini membuka jalan saya untuk mengenal lebih dekat dengan mereka. Roni (gitaris dari Pop at Summer) secara kebetulan lagi, bekerja sebagai designer di clothing yang sama dengan tempat saya bekerja. Pada saat itulah obrolan-obrolan seputar kehidupan, khususnya musik dimulai. Ternyata kita mempunyai taste yang hampir sama dalam hal musik dan lainnya.

Pada suatu saat, Roni berkata pada saya bahwa dia membutuhkan back-up untuk Pop at Summer. Posisi keyboard dan gitar pengiring pun ditawarkan dan saya dengan semangat meng-iya-kannya. Lalu saya mengajak sahabat saya Anne, untuk mengisi posisi vokal, karena Vina (vokalis terdahulu) sedang sibuk dengan kegiatannya sendiri.
Pada awal 2010, Roni dan Rikip akhirnya memutuskan untuk mengajak saya dan Anne menjadi bagian dari keluarga Pop at Summer. Posisi Bass dan Drums juga sempat mengalami pergantian beberapa kali. Warna ( bassist dari Sparkle Afternoon ) kemudian diganti oleh Baruna ( gitaris The Jugular dan ex-Angsa dan Serigala ). Sedangkan di posisi Drums, Keiko digantikan oleh Irvan ( Vokalis The Jugular ). Akhirnya formasi lengkap Pop at Summer di “launching” pada saat Pop at Summer main di gigs dari Glasslike “Hearing Goodness #3”, dimana pada saat itu kami meng-cover lagu-lagu dari Camera Obscura dan Club 8.

Anne (Vocal), Roni (Guitar), Rikip (Guitar), Wita (Keyboard), Baruna (Bass) dan Irvan (Drums) adalah formasi lengkap saat ini dari Pop at Summer. Dalam Pop at Summer, setiap instrumen memegang peranan penting nya masing-masing. Dibawah influence band-band swedish pop dan anorak scenes UK, sound Pop at Summer lahir dengan caranya sendiri. Simple and soft. Mengandalkan suara clean guitar dan keyboard, lagu-lagu Pop at Summer menghasilkan karakter tersendiri. Format akustik juga adalah andalan kami untuk membuat lagu dan perform.

Saat ini sudah ada 5 lagu dari Pop at Summer. Summer Night, Everything’s Fine, There’s Me In Your Heart, Kiss Berry dan Summer With A Sunny Day Parade adalah lagu-lagu yang akan diperdengarkan saat kami perform.

Tahun 2011 kami jadikan target untuk kembali membuat lagu dan membuat EP. Saat ini kami sedang mempersiapkan single dan EP untuk beberapa record label dari Peru (Susy Records), Miami (Cloudberry Records) dan London (Dufflecoat Records).

Monday, September 13, 2010

weather forecast.



i'm wearing my coat and my boots walking through this street, hearing some good music on my player, looking up for enjoying some gorgeous view of a thousands clouds. then gazing my own shoes and back to my pleasure zone alone. thinking 'bout how life could be so interesting and meaningfull when you have a great point of view about it. you didn't regret everything in the past, you can't look back and you have to move on.
"when you see the skies are blue, i'm just say it isn't.
when you think cloudy day makes you weak, i can say, it doesn't."
could you clearly think about it, how great weather and a nice view can give a big effect to someone's life? it happens to me. all the time. i just can't move my own legs to walk out when the sun too shiny and bright. when traffic getting more worst on summer air. when people much greedy and follow their ego. when skies haven't show their lovely grey clouds. i can say, that i need a great weather and a nice cloudy day to start my day. it's true and i'll keep this forever. even i've promise myself to it.
is this bad? my life's depends on a weather forecast?is it normal? is it logic?
that's why i always said that Bandung, the city that i loved the most, are giving me a lot of pleasure on weather things. i don't hate rain, it's melancholy. it's beautiful.
when i walk on the empty street, wearing my favourite outfits and listening good music with a nice weather and great skies, you know how it feels?
i feel glorious.

Monday, July 19, 2010

Scene Dedication

Untuk membahas komunitas, saya sudah kehabisan akal. Begitu banyak yang harus dibahas, dari segi apapun bisa dijadikan inti. Jadi, ngga perlu basa – basi panjang untuk memulai ini semua.

Every komunitas pasti punya karakter masing-masing. Dan komunitas musik indie yang akan saya bahas saat ini. Buat yang udah baca feature saya sebelumnya (I don’t want to be part of your scene.red), anggap aja ini adalah lanjutannya. Part 2. Sebagai penikmat musik, udah sekian lama saya berusaha untuk memahami dan mendalami setiap celah – celah yang ada. Untuk kota Bandung sendiri, begitu banyak komunitas yang ingin saya bahas. Begitu banyak hal yang menarik dan layak untuk di teliti, mengingat karakter orang Bandung tidak hanya penikmat musik tapi juga mengamati. Semakin banyak gigs yang ada, semakin banyak penikmat musik, semakin beragam komunitas yang ada. Ini yang menarik bagi saya, membahas komunitas itu sendiri. Maka bermunculan lah banyak pertanyaan di otak saya. Ada apa dengan trend gigs ini? Siapa otak-otak jenius idealis yang mau ribet dengan hal-hal berbau event organizer ataupun kepanitiaan? Apa yang mendasari mereka mau membuat gigs ? dan banyak lagi pertanyaan – pertanyaan yang kalo dijadiin soal, pasti akan dijawab dengan senang hati oleh kalian yang memang penikmat bahkan pelaku musik sejati.

Gini yah. Sebut saja ada satu komunitas. Mereka adalah orang-orang yang sangat loyal terhadap musik. Mereka adalah orang-orang idealis yang sama sekali ga tertarik sama major label dan konco-konconya. Otak mereka berisi ide-ide kreatif hasil gen orang Bandung yang ‘someah’ dan setia kawan. Mereka punya kepuasan tersendiri waktu main band hanya dibayar dengan kata ‘nuhun’ dan senyum. Mereka punya keinginan untuk membesarkan scene indie di kota bahkan di dunia ini. Hasilnya adalah : gigs.

Banyak teman saya curhat tentang gimana bete nya ditolak di sana – sini oleh event-event besar yang sudah ada karena katanya musik mereka kurang menjual. Atau musik mereka ngga nge-trend. Atau bahkan musik mereka ga ‘play’. Muncul dari suatu kekecewaan, maka bangkit lah semangat kreatif, dorongan jiwa raga untuk merealisasikan keinginan. Yaitu gimana cara nya, saya bisa puas, lagu saya di denger, crowds juga puas. Ambil segi positif nya, niatan ini sungguh mulia sekali sebenarnya. Apalagi didasari pertemanan, tali silaturahmi pasti akan lebih erat, karena yang main di gigs ngga hanya satu band, dan kadang ngga satu genre. Didasari juga oleh sifat orang bandung yang ramah, jadi komunitas bisa bertambah dan penikmat musik juga bertambah. Mulia sekali bukan?

Ini menjawab semua pertanyaan sebelumnya, kenapa para scenester/musisi indie di Bandung rela ‘gujag – gijig’ kesana kemari, cape, riweuh, tapi bisa tetap senyum bila disapa. No profit minded! Bayangkan niat mereka yang sangat besar, dengan budget nol, cape total, awak ringsek, berusaha semaksimal mungkin untuk bikin suatu gigs dan membesarkan image scene indie di Bandung. Ini menunjukkan seberapa besar minat orang-orang Bandung terhadap musik indie. Sekarang yang menjadi pertanyaan, apa penghargaan yang pantas untuk orang-orang atau komunitas ini? Dedikasinya untuk scene indie di Bandung begitu besar, keidealisannya bikin kita bisa tambah wawasan.

Ini bisa jadi pe-er untuk kita semua. Mari sejenak kita pikirkan pertanyaan diatas. Atau setidaknya hargai usaha dan otak kreatif mereka dengan tidak meng-kotak-kotakan tiap komunitas.

Kalau kalian adalah orang – orang yang suka mengecewakan sesama musisi, apa beda nya kalian dengan major label?



-Contributing for QuietLoud #4-

hihi

percakapan antara Pedro dan bule cewek.

Bule : *dengan logat bule* hmm maaf, kalu mauh ke jalan riau, kemana yah?
Pedro : *dengan semangatnya menjawab dengan logat jawa* oh! lurus aja ke bawah MBAK, trus ke kanan!
Saya dan Mala : -__-'

lu kirah bule nya sekampung sama situh!

Sunday, July 18, 2010

sight of you.



early morning, you came shining
this sight can be blur
this day could be so weird
are you here?
are you near?
living a dream and we hope someday
we can meet and just stay here.

Elvis



mengidolakan seseorang.
baru inget orang itu kamu.
Elvis dunia nyata.
kamu nyata.
dan kita maya.